BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah
Istilah
kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang
sama. Manusia berupaya untuk memenuhi berbagai kepentingan, salah satu wujudnya
berupa perjanjian (kontrak). Perjanjian (kontrak) berawal pada abad XIX di
Amerika Serikat dan Iggris. Perjanjian (kontrak) yang dibuat manusia dengan
sesama dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Untuk
memudahkan dalam setiap hubungan bisnis maka diperlukan untuk membuat
suatu perjanjian (kontrak). Dalam suatu
perjanjian harus terdapat kebebasan untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja dan dalam bentuk apa saja, sepanjang dalam suatu kontrak tidak
diperbolehkan bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum
Di
dalam menjalankan bisnis, pengusaha harus memperhatikan perjanjian (kontrak),
karena perjanjian (kontrak) merupakan dasra hukum bagi pengusaha dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya dengan teman bisnisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian perjanjian ( kontrak) ?
2. Apa
saja syarat syahnya
dalam perjanjian ( kontrak)
?
3. Apa
saja asas-asas dalam perjanjian (kontrak) ?
4. Bagaimana
sumber hukum dalam perjanjian (kontrak) ?
5. Apa saja
macam-macam Alat Bukti dalam Hukum Perjanjian (Kontrak) ?
6. Bagaimana Fungsi
materai dalam Hukum Perjanjian (Kontrak) ?
7. Apa
saja macam-macam perjanjian (kontrak) ?
8. Bagaimana
berakhirnya perjanjian (kontrak) ?
9. Bagaimana contoh dari hukum kontrak atau perjanjian ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perjanjian (Kontrak)
Kontrak
atau contracts (dalam bahasa Inggris)
dan overeenkomst (dalam bahasa
Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah
perjanjian, meskipun demikian dalam uraian selanjutnya. istilah kontrak untuk
perjanjian yang sebenarnya memiliki arti yang hampir sama.
Kontrak
adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan
atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.[1]
Sedangkan
di dalam KUHPerdata istilah perjanjan (kontrak) dibahas dalam buku III tentang
perikatan, dalam pasal 1313 merumuskan perjanjian sebagai berikut :
“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap sau orang lain atau lebih”.
Perjanjian
ini mengandung unsur :
a. Perbuatan
Penggunaan
kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti
dengan kata perbuatan hukum atau tindakan
hukum, arena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang
memperjanjikan.
b.
Satu orang atau
lebih terhadap satu orang atau lebih
Untuk
adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling
berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau pas satu sama
lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c.
Mengingatkan
dirinya
Di
dalam perjanjian terdapat unsur janjiyang diberikan oleh pihak yang satu kepada
pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul
karena kehendaknya sendiri.
Salah satu teori dari hukum kontrak klasik adalah
teori kehendak. Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu
ungkapan kehendak di antara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan
oleh pengadilan. Dalam teori kehendak terdapat asumsi bahwa suatu kontrak
melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak.[2]
B.
Syarat
Sahnya Perjanjian
(Kontrak)
Menurut pasal 1320
KUHPerdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat berikut ini :
a)
Syarat
subyektif, meliputi :
1)
Kecakapan untuk
membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).
2)
Kesepakatan
mereka yang mengingatkan dirinya.
b) Syarat
obyektif, meliputi :
1)
Suatu hal
(obyek) tertentu.
2)
Suatu sebab yang
halal (kuasa).
Kesepakatan adalah sepakat para
pihak yng mengadakan perjanjian untuk setuju dan seia sekata dalam hal yang
pokok dari perjnjian tersebut. Sedangkan kecakapan untuk membuat kontrak adalah
para pihak harus cakap menurut hukum yaitu dewasa dan tidak di bawah
pengampuan.
Menurut
KUHPerdata seseorang dikatakan dewasa apabila sudah berumur 21 tahun bagi
laki-laki dan 19 tahun bagi perempuan, sedang menurut undana-undang perkawinan
orang dikatakn sudah dewasa apabila sudah berumur 19 tahun bagi laki-laki dan
16 tahun bagi perempuan. Namun yang dipakai dalam hal perjanjian (kontrak)
bisnis ini adalah kedewasaan menurut KUHPerdata.
C.
Asas-Asas
dalam Berkontrak
Menurut
pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah barlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari
bunyai pasal tersebut juga sangat jelas terkandung asas :
1.
Konsensualisme,
adalah perjnjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak
yang mengadakan kontrak.
2.
Kebebasan
berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai
apa yag diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya.
3.
Pacta sunt
servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya (mengikat).[3]
Disamping
itu, beberapa asas
lain dalam standar kontrak :
4.
Asas kepercayaan
5.
Asas Persamaan
Hak
6.
Asas
keseimbangan
7.
Asas Moral
8.
Asas Kepatutan
9.
Asas Kebiasaan
10. Asas
Kepastian Hukum
D.
Sumber
Hukum Perjanjian (Kontrak)
Sumber hukum perjanjian
(kontrak) bersumber dari undang undang
dijelaskan :
a.
Persetujuan para
pihak (kontrak)
b.
Undang-undang
karena suatu perusahaan, selanjutnya yang lahir dari undang-undang karena suatu
perbuatan dapat dibagi :
v
Yang dibolehkan
v
Yang berlawanan dengan hukum
Menurut P.S Atiyah
dalam johanes ibrahim dan Linda Sewu, kontrak memiliki tiga tujuan, yaitu :
1.
Janji yang telah
diberikan harus dilaksanakan dan memberikan perlindungan terhadap suatu harapan
yang pantas.
2.
Agar tidak terjadi
suatu penambahan kekayaan yang tidak halal.
E. Alat Bukti dalam Hukum Perjanjian (Kontrak)
Adalah
suatu hal berupa bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam hal memberi
keterangan dan penjelasan tentang sebuah masalah perkara untuk membantu
penilaian hakim di dalam pengadilan.
Adapun macam-macam Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata ada 5 adalah
sebagai berikut
a)
Adanya tanda tangan (ada hitam diatas putih)
Orang
yang melakukan hubungan hukum perdata, tentulah dengan sengaja ataupun tidak
membuat alat bukti berbentuk tulisan dengan maksud agar kelak dapat digunakan
atau dijadikan bukti kalau sewaktu-waktu dibutuhkan. Sebagai contoh: sewa
menyewa, jual beli tanah dengan menggunakan akta, jual beli menggunakan kuitansi,
dan lain sebagainya. Sebelum kami membahas secara mendalam, perlulah dilihat
bentuk kerangka surat atau alat bukti tertulis dibawah ini:
Akta
adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang
menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan dan dibuat di depan ataupun
oleh pegawai umum atau pejabat pembuat akta tanah itu sendiri, yang dibuat
sejak pemula dengan sengaja untuk pembuktian. Unsur paling penting terkait
dengan pembuktian adalah tanda tangan. Barang siapa yang telah menandatangani
suatu surat dianggap mengetahui isinya dan bertanggung jawab.
b)
Alat bukti sanksi
Kesaksian
adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa
yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh
orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam
persidangan. Jadi
keterangan yang diberikan oleh seorang saksi haruslah kejadian yang telah ia
alami sendiri, sedangkan pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berfikir tidaklah
termasuk dalam suatu kesaksian.
Penerapan
pembuktian dengan saksi ditegaskan dalam Pasal 1895 KUH Perdata yang berbunyi ”pembuktian
dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh
undang-undang”. Jadi prinsipnya, alat bukti saksi menjangkau semua bidang
dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila UU sendiri menentukan sengketa
hanya dapat dibuktikan dengan akta, barulah alat bukti saksi tidak dapat
diterapkan.
c)
Alat bukti pengakuan
Pengakuan
(bekentenis, confession) adalah alat bukti yang berupa pernyataan atau
keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan, yang dilakukan
di muka hakim atau dalam sidang pengadilan.
Secara
umum hal-hal yang dapat diakui oleh para pihak yang bersengketa adalah segala
hal yang berkenaan dengan pokok perkara yang disengketakan. Tergugat dapat
mengakui semua dalil gugatan yang dikemukakan penggugat atau sebaliknya
penggugat dapat mengakui segala hal dalil bantahan yang diajukan tergugat.
Pengakuan tersebut dapat berupa, pertama pengakuan yang berkenaan dengan
hak, kedua pengakuan mengenai fakta atau peristiwa hukum.
Lalu yang berwenang
memberi pengakuan menurut Pasal 1925 KUH Perdata yang berwenang
memberi pengakuan adalah sebagai berikut:
a)
dilakukan principal
(pelaku) sendiri yakni penggugat atau tergugat (Vide Pasal 174 HIR)
b)
kuasa hukum
penggugat atau tergugat.
d)
Persangkaan
Menurut
Prof. Subekti, S.H., persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari
suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Hal ini sejalan dengan pengertian
yang termaktub dalam pasal 1915 KUH Perdata “Persangkaan adalah kesimpulan yang
oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui
umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”. Persangkaan dapat
dibagi menjadi dua macam sebagaimana berikut:
1). Persangkaan
Undang-undang (wattelijk vermoeden)
Persangkaan
undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang disimpulkan
terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal pembayaran sewa maka dengan
adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa
angsuran sebelumnya telah dibayar.
2). Persangkaan Hakim (rechtelijk
vermoeden)
Yaitu
suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain.
Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus
menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya.
Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan
tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama
bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi
perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun
hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.
e)
Sumpah
Sumpah
sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas
nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut takut
akan murka Tuhan bilamana ia berbohong. Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan
diucapkan di muka hakim dalam persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan
dikarenakan tidak adanya alat bukti lain.
Sedangkan
Soedikno berpendapat bahwa “Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang
hikmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan
dengan mengingat akan sifat maha kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa
yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.[5]
F.
Fungsi Bea Materai
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen
yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap
dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan
Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.
Dasar Hukum
1.
Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
2.
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya
Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
3.
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai
Tempel Tahun 2005
4.
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan
Menggunakan Cara Lain.
5.
Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai
dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
6.
Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai
dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.
7.
Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai
dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
8.
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan
Cara Pemeteraian Kemudian.
9.
Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.
10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan
yang dikenakan Bea Meterai.
Istilah - istilah Bea Materai
Ø
Dokumen adalah
kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
Ø
Benda Meterai
adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.
Ø
Tanda tangan
adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf,
teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya
sebagai pengganti tanda tangan.
Ø
Pemeteraian
kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat
Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya.
Ø
Pejabat pos
adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan
pemeteraian kemudian.
Objek Bae Materai
Pada prinsipnya dokumen yang harus
dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah
tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka
pengadilan, antara lain :
a)
Surat
perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata.
b)
Akta-akta notaris
termasuk salinannya.
c)
Akta-akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
d)
Surat yang
memuat jumlah uang yaitu:
-
yang
menyebutkan penerimaan uang;
-
yang menyatakan
pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
-
yang berisi
pemberitahuan saldo rekening di bank
-
yang berisi
pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau
diperhitungkan.
e)
Surat berharga
seperti wesel, promes, aksep dan cek.
f)
Dokumen yang
dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, lain dan maksud semula.
Tidak
dikenakan Bea Materai
Secara umum dokumen yang tidak
dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern
perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.
Dokumen yang tidak termasuk objek Bea
Meterai adalah:
1. Dokumen yang berupa:
-
surat
penyimpanan barang.
-
Konosemen
-
surat angkutan
penumpang dan barang
-
keterangan
pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang, konosemen,
dan surat angkutan penumpang dan barang.
-
bukti untuk
pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
-
surat
pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
-
surat-surat
lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.
2.
Segala bentuk ijazah
3. Tanda terima gaji, uang tunggu,
pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan
hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran
itu.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara
dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan
untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas
pemerintah daerah dan bank.
6. Dokumen yang menyebutkan tabungan,
pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan
lainnya yang bergerak di bidang tersebut
Tarif Bea Materai
1.
Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:
a)
Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan
atau keadaan yang bersifat pendata
b)
Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c)
Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama
nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00
d)
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan, yaitu:
-
Surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan.
-
Surat-surat yang semula tidak
dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain
atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula.
2.
Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan
sebagai berikut:
-
Nominal sampai Rp250.000,- tidak
dikenakan Bea Meterai
-
Nominal antara Rp250.000,- sampai
Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,-
-
Nominal diatas Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
3.
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
4.
Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai
harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan
yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp
6.000,-.
5.
Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai
dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang
mempunyai harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan
tarif sebesar Rp 6.000,-.
Ketentuan Khusus dan Sanksi
Ketentuan
Khusus
a)
Dokumen yang
dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi Bea
Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.
b)
Pejabat
Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:
-
Menerima,
mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang
dibayar
-
Melekatkan
dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya
pada dokumen lain yang berkaitan.
-
Membuat
salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea Meterainya tidak
atau kurang dibayar
-
Memberikan
keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai
dengan tarif Bea Meterainya.
Pelangganan terhadap ketentuan
tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Sanksi
Administrasi
Sanksi ini
dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan Bea Meterai yang
harus dilunasi kurang bayar.
-
Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek Bea Meterai
tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi
sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang
dibayar.
-
Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf (a) harus melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian
kemudian.
Daluwarsa
Kewajiban
pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terutang menurut
Undang-Undang Bea Meterai, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun, terhitung
sejak tanggal dokumen dibuat.
Ketentuan Pidana
Dipidana sesuai dengan ketentuan
dalam KUHP :
-
Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas
meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan
meterai.
-
Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk
diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan
atau yang dibuat dengan melawan hak.
-
Siapa dengan sengaja menggunakan,
menjual, menawarkan menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke
Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya
atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu
belum dipakai dana atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan
haknya.
-
Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas
yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru
dan memalsukan benda meterai.[6]
G.
Macam-Macam
Kontrak
a.
Perjanjian kredit
1)
Pengertian
kredit
Kredit
atau credere (dalam bahasa Romawi)
artinya percaya, kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian. Adapun
unsur dari kredit adalah adanya dua
pinjam-meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan, dan jangka waktu
tertentu dengan obyeknya benda.
Sedangkan
dasar perjanjian kredit adalah UU perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang
Perjanjian Kredit di atur dalam Pasal 1 Ayat 11, yang berbunyi:
Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa di persamakan dengan itu,
berdasarkan parsetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank (kreditor)
dengan pihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2)
Perjanjian
kredit uang
Para pihak Menurut Pasal 16 UU Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998, setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari
masyarakat wajib memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditn
Rakyat, persyaratan tersebut adalah :
Susunan
organisasi dan pengurusan
Permodalan
Kepemilikan
Keahlian
dibidang perbankan
Kelayakan
rencana kerja
Hal - hal
lain yang ditetapakan Bank Indonesia
Batas maksimum pemberian kredit Menurut
UU perbankan pasal 11 Ayat 2, batas maksimum pemberian kredit tidak boleh
melebihi 30% dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian kredit, pemberian jaminan penempatan investasi surat berharga atau
hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada :
Ø
Pemegang saham
yang memilii 10% atau lebih dari modal, disetorkan bank;
Ø
Anggota dewan
komisaris;
Ø Anggota
direksi;
Ø Keluarga
dari pihak sebagai mana dimaksud dalam huruf a, b, dan c (Pasal 11 Ayat 3);
Ø Pejabat
bank lainnya;
Ø Perusahaan-perusahaan
yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, c, d, dan e (Pasal 11 Ayat 3);
Batas
maksimum sebagaiman yang dimaksud dalam Ayat 3 atas tidak boleh melebihi 10%
dari modal bank, yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan dalam pemberian kredit
bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah, tentunya lepas dari indikasi praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme
(Pasal 29).
Jaminan Biasanya kredit yang
diberikan mengandung
resiko sehingga dalam memberikan kredit harus memerhatikan dasar perkreditan yang sehat agar debitor bisa
mengembalikan segala pinjamannya dengan teratur dan lancar. Dalam hal ini,
sering kali untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor yang perlu diperhatikan adalah dari
debitor disamping melakukan debitor masih watak, kemampuan, modal, agunan,
serta kecenderungan yang sering dilakukan oleh debitor tidak salah, bila perlu
dengan menggunakan agen khusus untuk itu (corporate
law investigation). Memberikan
informasi antar bank juga dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan keuangan
nasabahnya kepada bank lain (Pasal 44).
Jangka waktu Dalam
perjanjian kredit perlu diatur jangka waktunya mengingat kredit adalah kontrak
yang suatu waktu harus dikembalikan. Bila sudah jatuh tempo debitor masih juga tidak memenuhi kewajiban, apalagi dengan
indikasi sengaja atau lalai, perli dicantumkan sanksi atas kelalaian itu baik
berupa denda, bunga, biaya perkara, jaminan sita barang, atau sandera badan,
termasuk waktu maksimal yang ditentukan sehingga debitor tidak berlarut-larut.
3)
Problematika
perjanjian kredit
Konsumen
dalam praktik bisnis seperti perbankan, asuransi, properti, dan lain-lain,
dihadapkan kepada situasi dimana isi perjanjian sudah ditentukan secra sepihak
terlebih dahulu. Kalau kita melihat hal yang demikian itu sepintas bertentangan
dengan asas kebebasan berkontrak. Dengan alasan
efisiensi debitor biasanya dihadapkan kepada situasi take it or leave it. Kita bisa membayangkan bila setiap konsumen dari bisnis
perbankan, asuransi, dan properti tersebut harus melakukan negisiasi scara
individual, dan tentu itu sangat makan waktu dan sangat tidak praktis, disini
tentu saja hak dari konsumen untuk menanyakan apa saja isi dari klausal kontrak
dengan sejelas-jelasnya, jangan karena konsumen perlu lantas menandatangani
begitu saja standard contract
tersebut. Bila debitor menyetujui dan menandatangani, maka berarti debitor
menyetujui syarat-syarat kontrak dan yang demikian itu tidak bertentangan
dengan asas perjanjian tadi, meskipun demikian hendaknya setiap public contract perlu mendapat
perlindungan atau pengawasan khusus dengan undang-undang, seperti yang sudah
diterapkan di banyak negara hukum.
b.
Perjanjian
Leasing (Kredit Barang)
1) Pengertian Leasing
Leasing berasal dari
kata lease (dalam bahasa Inggris)
adalah perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik
atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar (
Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/1980 ).
a. Ciri-ciri
pokok Leasing
ü Hak
milik atas barang baru beralih setelah lunas pembayaran, berarti selama kurun
waktu kontrak berjalan hak milik menjadi hak lessor, hal ini berbeda dengan perjanjian pembiayaan untuk jual
beli barang
ü Sewaktu-waktu
lessor bisa membatalkan kontrak bila lessee lalai
ü Leasing
bukan perjanjian kredit murni, namun cenderung perjanjian kredit dengan jaminan
terselubung
ü Ada
registrasi kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari
perjanjian jaminan.
c.
Perjanjian
Keagenan dan Distributor
1) Pengertian
Keagenan
Agen atau agent (dalam bahsa Inggris) adalah
perusahaan yang menjalankan keagenan, sedangkan keagenan adalah hubungan hukum
antara pemegang merk (principal) dan
suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan perakitan / pembuatan / manufaktur serta penjualan / distribusi
barang modal atau produk industri tertentu.
2) Hubungan
Hukum Keagenan
Hubungan hukum antara
agen dengan principal merupakan
hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual, disisni hak milik
atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpundah kepada agen, karena pada
prinsipnya agen telah membeli produk dari principal.
3) Problematika
Kontrak Keagenan
a)
Hukum keagenan
di Indonesia memberi kebebasan antara principal
dan agen untuk menjalin hubungan hukum melalui penunjukan (sepihak dari principal) atau perjanjian (tunduk
kepada ketentuan mengenai perikatan dari Hukum Perdata), tentu keduanya
memiliki implikasi hukum yang berbeda.
b)
Berbagai
persyaratan yang diminta sehubungan permohonan pendaftaran tersebut, tidak
hanya sekedar “tanda” menyangkut status dan kedudukan keagenan, melainkan lebih
menyerupai “izin”.
c)
Dengan Surat
keputusan Menteri Perindustrian No. 428/M/SK/12/1987 tentang Agen Tunggal
Pemegang Merek, bila dicermati, untuk beberapa hal menimbulkan kontradiksi
bahkan mengesankan terjadinya campur tangan pemerintah terhadap suatu transaksi
perdata.
4) Perbedaan
Pokok Agen dengan Distributor
Nathan Weinstock
(1987), seperti di kutip Levi Lana (dalam Jurnal Hukum Bisnis, 2001: 67), membedakan secara tegas antara agen
dengan distributor:
Ø
Distributor membeli dan menjual
barang untuk diri sendiri dan atas tanggung
jawab sendiri termasuk memikul semua risiko, sadangkan agen melakukan
tindakan hukum atas perintah dan tanggung
jawab principal dan risiko di
pukul oleh principal;
Ø Distributor
bertanggung jawab sendiri atas semua biaya yang dikeluarkan, sedangkan agen
meminta pembayaran kembali atas biaya yang dikeluarkannya;
Ø Sistem
manajemen dan akuntansi dari distributor bersifat otonom, sedangkan keagenan
berhak menagih secara langsung kepada nasabah.
d.
Perjanjian
Franchising dan Lisensi
1)
Pengertian
Franchising
Franchise adalah
pemilik dari sebuah merek dagang, nama dagang, sebuah rahasia dagang, paten,
atau produk (biasanya disebut “franchisor”)
yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasanya disebut franchisee) untuk menjual atau memberi pelayanan dari produk di
bawah nama franchisor. Franchisee biasanya membayar semacam fee kepada franchisor terhadap aktivitas yang mereka lakukan. Franchisee dan franchisor merupakan dua pihak yang terpisah satu dengan yang
lainnya.
Di sampiang beberapa
jenis kontrak seperti di atas KUH Perdata juga mengenal istilah lain dari
kontrak untuk :
v
Kontrak jual
beli
v Kontrak
sewa menyewa
v Pembrian
atau hibah
v Perseroan
v Kontrak
pinjam meminjam
v Kontrak
penaggung utang
v Kontrak
kerja
v Kontrak
pembiayaan
H.
Berakhirnya
Perjanjian (Kontrak)
Kontrak dapat berakhir
karena :
a. Pembayaran
b. Penawaran
pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu di
suatu tempat
c. Pembaruan
utang
d. Kompensasi
e. Pencampuran
utang
f. Pembebasan
utang
g. Hapusnya
produk yang dimaksudkan dalam kontrak
h. Pembatalan
kontrak
i.
Akibat
berlakunya suatu syarat pembtalan
j.
Lewat waktu
I.
Contoh dari hukum kontrak
atau perjanjian
Surat Perjanjian Kontrak Rumah
Kami yang bertanda tangan dibawah
ini :
1. Nama :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Telepon :
Selanjutnya disebut sebagai pihak pertama / pemilik
2. Nama :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Telepon :
Selanjutnya disebut sebagai pihak kedua / penyewa rumah
PASAL 1
Pihak pertama mengontrakan sebuah
Rumah kepada pihak kedua pada Alamat di …….. Terhitung mulai tanggal ……..
sampai dengan …….. Pihak kedua telah membayar lunas kepada pihak pertama
sebesar : Rp. …... ( ….. Rupiah ) untuk masa kontrak 1 ( Satu Tahun).
PASAL 2
Pihak kedua berkewajiban untuk
memelihara bangunan sebaik-baiknya, segala kerusakan yang timbul selama
perjanjian ini, menjadi kewajiban pihak kedua untuk perbaikannya, menggantinya
dengan biaya sepenuhnya tanggung jawab pihak kedua.
PASAL 3
Selama masa kontrak berlaku, segala
kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rumah tersebut diatas, merupakan
kewajiban pihak kedua, baik kewajiban membayar listrik, keamanan, kebersihan
serta sejenisnya.
PASAL 4
Apabila kewajiban diatas yang
dimaksud dalam pasal. 3 dilalaikan oleh pihak kedua, berakibat adanya sangsi
atas fasilitas yang ada, maka pihak kedua harus menyelesaikan sampai pulih
seperti keadaan sebelum dikontrakan paling lambat 30 hari sebelum kontrak
berakhir.
PASAL 5
Khusus untuk pembayaran listrik,
pihak kedua akan tetap membayar rekening listrik satu bulan terakhir dan
rekening listrik akan diserahkan kepada pihak pertama setelah lunas dibayar
sebagai arsip.
PASAL 6
Pihak kedua tidak diperkenankan
untuk mengadakan perubahan atau tambahan pada bangunan tersebut atau memindah
sewakan kepada pihak lain, kecuali ada izin tertulis dari pihak pertama.
PASAL 7
Pihak kedua bersedia menggunakan
rumah tersebut sebagaimana mestinya sebagai tempat tinggal dan tidak melakukan
kegiatan / aktifitas yang bertentangan dengan Undang–undang/
Ketentuan-ketentuan Hukum Negara / Hukum Agama yang berlaku selama tinggal
dirumah tersebut.
PASAL 8
Jika masa kontrak berakhir, pihak
kedua berkewajiban untuk menyerahkan rumah beserta pekarangannya tersebut tanpa
syarat-syarat apapun kepada pihak pertama dalam keadaan baik, terpelihara dan
kosong dari seluruh penghuninya.
PASAL 9
Untuk perpanjangan kontrak, pihak
kedua harus memberi tahukan kepada pihak pertama satu bulan sebelum masa
berlakunya habis dan akan dibuatkan perjanjian baru sebagai pengganti
perjanjian ini.
PASAL 10
Untuk pemutusan kontrak sebelum masa
kontrak berakhir wajib memberi tahukan satu bulan sebelum kontrakan berakhir.
PASAL 11
Dalam pemutusan kontrak sebelum habis masa
berlakunya dalam Pasal. 1 (Satu) maka pihak pertama tidak mengembalikan sisa
uang kontrakan, dan pihak kedua tidak menuntut pihak pertama.
PASAL 12
Demikianlah perjanjian kontrak rumah ini kami
buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari pihak lain.
Depok, ………….., ……
Pihak Kedua Pihak Kesatu
Materai Rp. 6000
( ……………… )
( ……………… )
Saksi - saksi
( ……………… )
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kontrak
adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.
Syarat-Syarat
Perjanjian (Kontrak)
Menurut
pasal 1320 KUHPerdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat berikut
ini :
a.
Syarat
subyektif, meliputi :
1) Kecakapan
untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).
2) Kesepakatan
mereka yang mengingatkan dirinya.
b.
Syarat obyektif,
meliputi :
1.
Suatu hal
(obyek) tertentu.
2.
Suatu sebab yang
halal (kuasa).
Asas-Asas
dalam Berkontrak
Dari bunyi pasal
tersebut juga sangat jelas terkandung asas :
1.
Konsensualisme
2.
Kebebasan
berkontrak
3.
Pacta sunt
servanda
Disamping
itu, beberapa asas
lain dalam standar kontrak :
4.
Asas kepercayaan
5.
Asas Persamaan
Hak
6.
Asas keseimbangan
7.
Asas Moral
8.
Asas Kepatutan
9.
Asas Kebiasaan
10. Asas
Kepastian Hukum
Sumber
hukum perjanjian (kontrak) bersumber dari undang undang
dijelaskan :
a)
Persetujuan para
pihak (kontrak)
b)
Undang-undang
karena suatu perusahaan, selanjutnya yang lahir dari undang-undang karena suatu
perbuatan dapat dibagi :
Ø
Yang dibolehkan
Ø
Yang berlawanan dengan hukum
Macam-macam Alat Bukti dalam Hukum Kontrak
1.
Adanya tanda
tangan
2.
Alat bukti
sanksi
3.
Pengakuan
4.
Persangkaan
5.
Sumpah
Berakhirnya Perjanjian
(Kontrak)
Kontrak
dapat berakhir karena :
a)
Pembayaran
b)
Penawaran
pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu di
suatu tempat
c)
Pembaruan utang
d)
Kompensasi
e)
Pencampuran
utang
f)
Pembebasan utang
g)
Hapusnya produk
yang dimaksudkan dalam kontrak. Dll.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk
Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, 2005, Prenada Media : Jakarta.
Johannes Ibrahim dan
Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam
Persepsi Manusia Modern, 2004, PT Refika Aditama : Bandung.
Junaedi
Abdullah, Aspek Hukum dalam Bisnis,
2010,
Nora Media Enterprise
: Kudus.
file:///F:/Pembuktian%20dan%20Macammacam%20Alat%20Bukti%20dalam%20Hukum%20Acara%20Perdata%20oleh%20Rahmat%20Yudistiawan%20_%20Rahmat%20Yudistiawan.htm (diakses pada
tanggal 15 maret 2015).
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=meterai (diakses pada tanggal 16 maret 2015)
[1]Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan
Contoh Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 41-42.
[2]
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum
Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, PT Refika Aditama, Bandung, 2004,
hlm. 39.
[4]
Junaedi Abdullah, Aspek Hukum dalam Bisnis, Nora Media
Enterprise, Kudus, 2010, hlim 32-36.
[6] http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=meterai (diakses pada tanggal 16 maret 2015)
Wynn Palace Casino opens in Las Vegas, NV - KLAR
BalasHapusWith Wynn Palace opening 수원 출장안마 just one month later and 경상남도 출장마사지 offering the world's 경상남도 출장샵 largest 성남 출장마사지 collection of authentic 강원도 출장안마 Vegas casino and slots, the resort