Senin, 19 Desember 2016

makalah hukum kontrak dan perjanjian

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar belakang Masalah
Istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama. Manusia berupaya untuk memenuhi berbagai kepentingan, salah satu wujudnya berupa perjanjian (kontrak). Perjanjian (kontrak) berawal pada abad XIX di Amerika Serikat dan Iggris. Perjanjian (kontrak) yang dibuat manusia dengan sesama dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Untuk memudahkan dalam setiap hubungan bisnis maka diperlukan untuk membuat suatu  perjanjian (kontrak). Dalam suatu perjanjian harus terdapat kebebasan untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa saja, sepanjang dalam suatu kontrak tidak diperbolehkan bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum
Di dalam menjalankan bisnis, pengusaha harus memperhatikan perjanjian (kontrak), karena perjanjian (kontrak) merupakan dasra hukum bagi pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya dengan teman bisnisnya.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian perjanjian ( kontrak) ?
2.    Apa saja syarat syahnya dalam perjanjian ( kontrak) ?
3.    Apa saja asas-asas dalam perjanjian (kontrak) ?
4.    Bagaimana sumber hukum dalam perjanjian (kontrak) ?
5.    Apa saja macam-macam Alat Bukti dalam Hukum Perjanjian (Kontrak) ?
6.    Bagaimana Fungsi materai dalam Hukum Perjanjian (Kontrak) ?
7.    Apa saja macam-macam perjanjian (kontrak) ?
8.    Bagaimana berakhirnya  perjanjian (kontrak) ?
9.    Bagaimana contoh dari hukum kontrak atau perjanjian ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Perjanjian (Kontrak)
Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian, meskipun demikian dalam uraian selanjutnya. istilah kontrak untuk perjanjian yang sebenarnya memiliki arti yang hampir sama.
Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.[1]
Sedangkan di dalam KUHPerdata istilah perjanjan (kontrak) dibahas dalam buku III tentang perikatan, dalam pasal 1313 merumuskan perjanjian sebagai berikut :
  “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap sau orang lain atau lebih”.
Perjanjian ini mengandung unsur :
a.    Perbuatan
Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, arena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.
b.    Satu orang atau lebih terhadap satu orang atau lebih
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.


c.    Mengingatkan dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janjiyang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Salah satu teori dari hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak di antara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori kehendak terdapat asumsi bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak.[2]

B.       Syarat Sahnya Perjanjian (Kontrak)
Menurut pasal 1320 KUHPerdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat berikut ini :
a)      Syarat subyektif, meliputi :
1)        Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).
2)        Kesepakatan mereka yang mengingatkan dirinya.
b)      Syarat obyektif, meliputi :
1)        Suatu hal (obyek) tertentu.
2)        Suatu sebab yang halal (kuasa).
Kesepakatan adalah sepakat para pihak yng mengadakan perjanjian untuk setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjnjian tersebut. Sedangkan kecakapan untuk membuat kontrak adalah para pihak harus cakap menurut hukum yaitu dewasa dan tidak di bawah pengampuan.
Menurut KUHPerdata seseorang dikatakan dewasa apabila sudah berumur 21 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi perempuan, sedang menurut undana-undang perkawinan orang dikatakn sudah dewasa apabila sudah berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Namun yang dipakai dalam hal perjanjian (kontrak) bisnis ini adalah kedewasaan menurut KUHPerdata. 

C.      Asas-Asas dalam Berkontrak
Menurut pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah barlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyai pasal tersebut juga sangat jelas terkandung asas :
1.        Konsensualisme, adalah perjnjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak.
2.        Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yag diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya.
3.        Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (mengikat).[3]
Disamping itu, beberapa asas lain dalam standar kontrak :
4.        Asas kepercayaan
5.        Asas Persamaan Hak
6.        Asas keseimbangan
7.        Asas Moral
8.        Asas Kepatutan
9.        Asas Kebiasaan
10.    Asas Kepastian Hukum





D.      Sumber Hukum Perjanjian (Kontrak)
Sumber hukum perjanjian (kontrak) bersumber dari undang undang dijelaskan :
a.       Persetujuan para pihak (kontrak)
b.      Undang-undang karena suatu perusahaan, selanjutnya yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan dapat dibagi :
v  Yang dibolehkan
v  Yang berlawanan dengan hukum
Menurut P.S Atiyah dalam johanes ibrahim dan Linda Sewu, kontrak memiliki tiga tujuan, yaitu :
1.      Janji yang telah diberikan harus dilaksanakan dan memberikan perlindungan terhadap suatu harapan yang pantas.
2.      Agar tidak terjadi suatu penambahan kekayaan yang tidak halal.
3.      Agar dihindari suatu kerugian.[4]

E.       Alat Bukti dalam Hukum Perjanjian (Kontrak)
Adalah suatu hal berupa bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam hal memberi keterangan dan penjelasan tentang sebuah masalah perkara untuk membantu penilaian hakim di dalam pengadilan.
Adapun macam-macam Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata ada 5 adalah sebagai berikut
a)      Adanya tanda tangan (ada hitam diatas putih)
Orang yang melakukan hubungan hukum perdata, tentulah dengan sengaja ataupun tidak membuat alat bukti berbentuk tulisan dengan maksud agar kelak dapat digunakan atau dijadikan bukti kalau sewaktu-waktu dibutuhkan. Sebagai contoh: sewa menyewa, jual beli tanah dengan menggunakan akta, jual beli menggunakan kuitansi, dan lain sebagainya. Sebelum kami membahas secara mendalam, perlulah dilihat bentuk kerangka surat atau alat bukti tertulis dibawah ini:
Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan dan dibuat di depan ataupun oleh pegawai umum atau pejabat pembuat akta tanah itu sendiri, yang dibuat sejak pemula dengan sengaja untuk pembuktian. Unsur paling penting terkait dengan pembuktian adalah tanda tangan. Barang siapa yang telah menandatangani suatu surat dianggap mengetahui isinya dan bertanggung jawab.
b)      Alat bukti sanksi
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam persidangan. Jadi keterangan yang diberikan oleh seorang saksi haruslah kejadian yang telah ia alami sendiri, sedangkan pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berfikir tidaklah termasuk dalam suatu kesaksian.
Penerapan pembuktian dengan saksi ditegaskan dalam Pasal 1895 KUH Perdata yang berbunyi ”pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Jadi prinsipnya, alat bukti saksi menjangkau semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila UU sendiri menentukan sengketa hanya dapat dibuktikan dengan akta, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan.
c)      Alat bukti pengakuan
Pengakuan (bekentenis, confession) adalah alat bukti yang berupa pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan, yang dilakukan di muka hakim atau dalam sidang pengadilan.
Secara umum hal-hal yang dapat diakui oleh para pihak yang bersengketa adalah segala hal yang berkenaan dengan pokok perkara yang disengketakan. Tergugat dapat mengakui semua dalil gugatan yang dikemukakan penggugat atau sebaliknya penggugat dapat mengakui segala hal dalil bantahan yang diajukan tergugat. Pengakuan tersebut dapat berupa, pertama pengakuan yang berkenaan dengan hak, kedua pengakuan mengenai fakta atau peristiwa hukum.
Lalu yang berwenang memberi pengakuan  menurut Pasal 1925 KUH Perdata yang berwenang memberi pengakuan adalah sebagai berikut:
a)   dilakukan principal (pelaku) sendiri yakni penggugat atau tergugat (Vide Pasal 174 HIR)
b)   kuasa hukum penggugat atau tergugat.
d)     Persangkaan
Menurut Prof. Subekti, S.H., persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Hal ini sejalan dengan pengertian yang termaktub dalam pasal 1915 KUH Perdata “Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”. Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam sebagaimana berikut:
1). Persangkaan Undang-undang (wattelijk vermoeden)
Persangkaan undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar.
2). Persangkaan Hakim (rechtelijk vermoeden)
Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.
e)      Sumpah
Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong. Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan diucapkan di muka hakim dalam persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan dikarenakan tidak adanya alat bukti lain.
Sedangkan Soedikno berpendapat bahwa “Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang hikmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat maha kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.[5]

F.       Fungsi Bea Materai
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.
Dasar Hukum
1.      Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
3.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
4.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
5.      Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
6.      Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.
7.      Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
8.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
9.      Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.
10.  Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Meterai.
Istilah - istilah Bea Materai
Ø  Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Ø  Benda Meterai adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Ø  Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
Ø  Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Ø  Pejabat pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
Objek Bae Materai
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
a)      Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b)      Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c)      Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
d)     Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
-      yang menyebutkan penerimaan uang;
-      yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
-      yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
-      yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
e)      Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
f)       Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.
Tidak dikenakan Bea Materai
Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.
Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:
1.      Dokumen yang berupa:
-      surat penyimpanan barang.
-      Konosemen
-      surat angkutan penumpang dan barang
-      keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang.
-      bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
-      surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
-      surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.
2.      Segala bentuk ijazah
3.      Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4.      Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
5.      Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
6.      Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut
Tarif Bea Materai
1.      Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:
a)    Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata
b)    Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c)     Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00
d)    Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
-      Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
-      Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula.
2.      Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:
-      Nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai
-      Nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,-
-      Nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
3.      Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
4.      Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.
5.      Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.
Ketentuan Khusus dan Sanksi
Ketentuan Khusus
a)      Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.
b)      Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:
-      Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar
-      Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan.
-      Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar
-      Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterainya.
Pelangganan terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi Administrasi
Sanksi ini dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan Bea Meterai yang harus dilunasi kurang bayar.
-      Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek Bea Meterai tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.
-      Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.
Daluwarsa
Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terutang menurut Undang-Undang Bea Meterai, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.
Ketentuan Pidana
Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP :
-      Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai.
-      Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak.
-      Siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dana atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan haknya.
-      Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai.[6]

G.      Macam-Macam Kontrak
a.    Perjanjian kredit
1)        Pengertian kredit
Kredit atau credere (dalam bahasa Romawi) artinya percaya, kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian. Adapun unsur dari kredit adalah adanya dua  pinjam-meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan, dan jangka waktu tertentu dengan obyeknya benda.
Sedangkan dasar perjanjian kredit adalah UU perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perjanjian Kredit di atur dalam Pasal 1 Ayat 11, yang berbunyi:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa di persamakan dengan itu, berdasarkan parsetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank (kreditor) dengan pihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2)        Perjanjian kredit uang
Para pihak Menurut Pasal 16 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari masyarakat wajib memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditn Rakyat, persyaratan tersebut adalah :
*        Susunan organisasi dan pengurusan
*        Permodalan
*        Kepemilikan
*        Keahlian dibidang perbankan
*        Kelayakan rencana kerja
*        Hal - hal lain yang ditetapakan Bank Indonesia
Batas maksimum pemberian kredit Menurut UU perbankan pasal 11 Ayat 2, batas maksimum pemberian kredit tidak boleh melebihi 30% dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada :
Ø  Pemegang saham yang memilii 10% atau lebih dari modal, disetorkan bank;
Ø  Anggota dewan komisaris;
Ø  Anggota direksi;
Ø  Keluarga dari pihak sebagai mana dimaksud dalam huruf a, b, dan c (Pasal 11 Ayat 3);
Ø  Pejabat bank lainnya;
Ø  Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e (Pasal 11 Ayat 3);
Batas maksimum sebagaiman yang dimaksud dalam Ayat 3 atas tidak boleh melebihi 10% dari modal bank, yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan dalam pemberian kredit bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, tentunya lepas dari indikasi praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (Pasal 29).
Jaminan  Biasanya kredit yang diberikan mengandung resiko sehingga dalam memberikan kredit harus memerhatikan dasar perkreditan yang sehat agar debitor bisa mengembalikan segala pinjamannya dengan teratur dan lancar. Dalam hal ini, sering kali untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor yang perlu diperhatikan adalah dari debitor disamping melakukan  debitor masih watak, kemampuan, modal, agunan, serta kecenderungan yang sering dilakukan oleh debitor tidak salah, bila perlu dengan menggunakan agen khusus untuk itu (corporate law investigation). Memberikan informasi antar bank juga dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain (Pasal 44).
Jangka waktu Dalam perjanjian kredit perlu diatur jangka waktunya mengingat kredit adalah kontrak yang suatu waktu harus dikembalikan. Bila sudah jatuh tempo debitor masih juga tidak memenuhi kewajiban, apalagi dengan indikasi sengaja atau lalai, perli dicantumkan sanksi atas kelalaian itu baik berupa denda, bunga, biaya perkara, jaminan sita barang, atau sandera badan, termasuk waktu maksimal yang ditentukan sehingga debitor tidak berlarut-larut.
3)        Problematika perjanjian kredit
Konsumen dalam praktik bisnis seperti perbankan, asuransi, properti, dan lain-lain, dihadapkan kepada situasi dimana isi perjanjian sudah ditentukan secra sepihak terlebih dahulu. Kalau kita melihat hal yang demikian itu sepintas bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Dengan alasan efisiensi debitor biasanya dihadapkan kepada situasi take it or leave it. Kita bisa membayangkan bila setiap konsumen dari bisnis perbankan, asuransi, dan properti tersebut harus melakukan negisiasi scara individual, dan tentu itu sangat makan waktu dan sangat tidak praktis, disini tentu saja hak dari konsumen untuk menanyakan apa saja isi dari klausal kontrak dengan sejelas-jelasnya, jangan karena konsumen perlu lantas menandatangani begitu saja standard contract tersebut. Bila debitor menyetujui dan menandatangani, maka berarti debitor menyetujui syarat-syarat kontrak dan yang demikian itu tidak bertentangan dengan asas perjanjian tadi, meskipun demikian hendaknya setiap public contract perlu mendapat perlindungan atau pengawasan khusus dengan undang-undang, seperti yang sudah diterapkan di banyak negara hukum.
b.         Perjanjian Leasing (Kredit Barang)
1)   Pengertian Leasing
Leasing berasal dari kata lease (dalam bahasa Inggris) adalah perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar ( Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/1980 ).
a.    Ciri-ciri pokok Leasing
ü  Hak milik atas barang baru beralih setelah lunas pembayaran, berarti selama kurun waktu kontrak berjalan hak milik menjadi hak lessor, hal ini berbeda dengan perjanjian pembiayaan untuk jual beli barang
ü  Sewaktu-waktu lessor bisa membatalkan kontrak bila lessee lalai
ü  Leasing bukan perjanjian kredit murni, namun cenderung perjanjian kredit dengan jaminan terselubung
ü  Ada registrasi kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari perjanjian jaminan.
c.         Perjanjian Keagenan dan Distributor
1)   Pengertian Keagenan
Agen atau agent (dalam bahsa Inggris) adalah perusahaan yang menjalankan keagenan, sedangkan keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merk (principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan perakitan / pembuatan / manufaktur serta penjualan / distribusi barang modal atau produk industri tertentu.
2)   Hubungan Hukum Keagenan
Hubungan hukum antara agen dengan principal merupakan hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual, disisni hak milik atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpundah kepada agen, karena pada prinsipnya agen telah membeli produk dari principal.
3)   Problematika Kontrak Keagenan
a)        Hukum keagenan di Indonesia memberi kebebasan antara principal dan agen untuk menjalin hubungan hukum melalui penunjukan (sepihak dari principal) atau perjanjian (tunduk kepada ketentuan mengenai perikatan dari Hukum Perdata), tentu keduanya memiliki implikasi hukum yang berbeda.
b)        Berbagai persyaratan yang diminta sehubungan permohonan pendaftaran tersebut, tidak hanya sekedar “tanda” menyangkut status dan kedudukan keagenan, melainkan lebih menyerupai “izin”.
c)        Dengan Surat keputusan Menteri Perindustrian No. 428/M/SK/12/1987 tentang Agen Tunggal Pemegang Merek, bila dicermati, untuk beberapa hal menimbulkan kontradiksi bahkan mengesankan terjadinya campur tangan pemerintah terhadap suatu transaksi perdata.


4)   Perbedaan Pokok Agen dengan Distributor
Nathan Weinstock (1987), seperti di kutip Levi Lana (dalam Jurnal Hukum Bisnis, 2001: 67), membedakan secara tegas antara agen dengan distributor:
Ø  Distributor membeli dan menjual barang untuk diri sendiri dan atas tanggung  jawab sendiri termasuk memikul semua risiko, sadangkan agen melakukan tindakan hukum atas perintah dan tanggung  jawab principal dan risiko di pukul oleh principal;
Ø  Distributor bertanggung jawab sendiri atas semua biaya yang dikeluarkan, sedangkan agen meminta pembayaran kembali atas biaya yang dikeluarkannya;
Ø  Sistem manajemen dan akuntansi dari distributor bersifat otonom, sedangkan keagenan berhak menagih secara langsung kepada nasabah.
d.        Perjanjian Franchising dan Lisensi
1)        Pengertian Franchising
Franchise adalah pemilik dari sebuah merek dagang, nama dagang, sebuah rahasia dagang, paten, atau produk (biasanya disebut “franchisor”) yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasanya disebut franchisee) untuk menjual atau memberi pelayanan dari produk di bawah nama franchisor. Franchisee biasanya membayar semacam fee kepada franchisor terhadap aktivitas yang mereka lakukan. Franchisee dan franchisor merupakan dua pihak yang terpisah satu dengan yang lainnya.
Di sampiang beberapa jenis kontrak seperti di atas KUH Perdata juga mengenal istilah lain dari kontrak untuk :
v  Kontrak jual beli
v  Kontrak sewa menyewa
v  Pembrian atau hibah
v  Perseroan
v  Kontrak pinjam meminjam
v  Kontrak penaggung utang
v  Kontrak kerja
v  Kontrak pembiayaan

H.      Berakhirnya Perjanjian (Kontrak)
Kontrak dapat berakhir karena :
a.       Pembayaran
b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat
c.       Pembaruan utang
d.      Kompensasi
e.       Pencampuran utang
f.       Pembebasan utang
g.      Hapusnya produk yang dimaksudkan dalam kontrak
h.      Pembatalan kontrak
i.        Akibat berlakunya suatu syarat pembtalan
j.        Lewat waktu














I.         Contoh dari hukum kontrak atau perjanjian
Surat Perjanjian Kontrak Rumah

Kami yang bertanda tangan dibawah ini :
1.      Nama           :
Agama          :
Alamat          :
Pekerjaan      :
Telepon         :
Selanjutnya disebut sebagai pihak pertama / pemilik
2.      Nama           :
 Agama         :
Alamat          :
Pekerjaan      :
Telepon         :
Selanjutnya disebut sebagai pihak kedua / penyewa rumah

PASAL 1
Pihak pertama mengontrakan sebuah Rumah kepada pihak kedua pada Alamat di …….. Terhitung mulai tanggal …….. sampai dengan …….. Pihak kedua telah membayar lunas kepada pihak pertama sebesar : Rp. …... ( ….. Rupiah ) untuk masa kontrak 1 ( Satu Tahun).
PASAL 2
Pihak kedua berkewajiban untuk memelihara bangunan sebaik-baiknya, segala kerusakan yang timbul selama perjanjian ini, menjadi kewajiban pihak kedua untuk perbaikannya, menggantinya dengan biaya sepenuhnya tanggung jawab pihak kedua.



PASAL 3
Selama masa kontrak berlaku, segala kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rumah tersebut diatas, merupakan kewajiban pihak kedua, baik kewajiban membayar listrik, keamanan, kebersihan serta sejenisnya.
PASAL 4
Apabila kewajiban diatas yang dimaksud dalam pasal. 3 dilalaikan oleh pihak kedua, berakibat adanya sangsi atas fasilitas yang ada, maka pihak kedua harus menyelesaikan sampai pulih seperti keadaan sebelum dikontrakan paling lambat 30 hari sebelum kontrak berakhir.
PASAL 5
Khusus untuk pembayaran listrik, pihak kedua akan tetap membayar rekening listrik satu bulan terakhir dan rekening listrik akan diserahkan kepada pihak pertama setelah lunas dibayar sebagai arsip.
PASAL 6
Pihak kedua tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan atau tambahan pada bangunan tersebut atau memindah sewakan kepada pihak lain, kecuali ada izin tertulis dari pihak pertama.
PASAL 7
Pihak kedua bersedia menggunakan rumah tersebut sebagaimana mestinya sebagai tempat tinggal dan tidak melakukan kegiatan / aktifitas yang bertentangan dengan Undang–undang/ Ketentuan-ketentuan Hukum Negara / Hukum Agama yang berlaku selama tinggal dirumah tersebut.
PASAL 8
Jika masa kontrak berakhir, pihak kedua berkewajiban untuk menyerahkan rumah beserta pekarangannya tersebut tanpa syarat-syarat apapun kepada pihak pertama dalam keadaan baik, terpelihara dan kosong dari seluruh penghuninya.
PASAL 9
Untuk perpanjangan kontrak, pihak kedua harus memberi tahukan kepada pihak pertama satu bulan sebelum masa berlakunya habis dan akan dibuatkan perjanjian baru sebagai pengganti perjanjian ini.
PASAL 10
Untuk pemutusan kontrak sebelum masa kontrak berakhir wajib memberi tahukan satu bulan sebelum kontrakan berakhir.
PASAL 11
Dalam pemutusan kontrak sebelum habis masa berlakunya dalam Pasal. 1 (Satu) maka pihak pertama tidak mengembalikan sisa uang kontrakan, dan pihak kedua tidak menuntut pihak pertama.
PASAL 12
Demikianlah perjanjian kontrak rumah ini kami buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari pihak lain.

Depok, ………….., ……

               Pihak Kedua                                                      Pihak Kesatu

            Materai Rp. 6000       

( ……………… )                                                         ( ……………… )

     Saksi - saksi

     
               ( ……………… )    





BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.
Syarat-Syarat Perjanjian (Kontrak)
Menurut pasal 1320 KUHPerdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat berikut ini :
a.         Syarat subyektif, meliputi :
1)      Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).
2)      Kesepakatan mereka yang mengingatkan dirinya.
b.         Syarat obyektif, meliputi :
1.        Suatu hal (obyek) tertentu.
2.        Suatu sebab yang halal (kuasa).
Asas-Asas dalam Berkontrak
Dari bunyi pasal tersebut juga sangat jelas terkandung asas :
1.        Konsensualisme
2.        Kebebasan berkontrak
3.        Pacta sunt servanda
Disamping itu, beberapa asas lain dalam standar kontrak :
4.        Asas kepercayaan
5.        Asas Persamaan Hak
6.        Asas keseimbangan
7.        Asas Moral
8.        Asas Kepatutan
9.        Asas Kebiasaan
10.    Asas Kepastian Hukum
Sumber hukum perjanjian (kontrak) bersumber dari undang undang dijelaskan :
a)      Persetujuan para pihak (kontrak)
b)      Undang-undang karena suatu perusahaan, selanjutnya yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan dapat dibagi :
Ø  Yang dibolehkan
Ø  Yang berlawanan dengan hukum
Macam-macam Alat Bukti dalam Hukum Kontrak
1.         Adanya tanda tangan
2.         Alat bukti sanksi
3.         Pengakuan
4.         Persangkaan
5.         Sumpah
Berakhirnya Perjanjian (Kontrak)
Kontrak dapat berakhir karena :
a)         Pembayaran
b)        Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat
c)         Pembaruan utang
d)        Kompensasi
e)         Pencampuran utang
f)         Pembebasan utang
g)        Hapusnya produk yang dimaksudkan dalam kontrak. Dll.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, 2005, Prenada Media : Jakarta.
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, 2004, PT Refika Aditama : Bandung.
Junaedi Abdullah, Aspek Hukum dalam Bisnis, 2010, Nora Media Enterprise : Kudus.



[1]Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 41-42.
[2] Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, PT Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 39.
[3] Abdul Rasyid Saliman, Op.Cit, hlm. 42-43
[4] Junaedi Abdullah, Aspek Hukum dalam Bisnis, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlim 32-36.